BLANTERORBITv102

    Tari Kejei, Tari Sakral Suku Rejang Bengkulu

    Minggu, 03 September 2023

    tari kejei
    Tari Kejei Suku Rejang

    SUDUTWISATA.COM- Tari Kejei adalah seni pertunjukan tradisional suku Rejang yang rutin diselenggarakan dalam setiap perayaan upacara Kejei. Upacara Kejei dianggap sebagai acara terbesar dalam budaya suku Rejang. 

    Keistimewaan dari perayaan ini terletak pada fakta bahwa penyelenggaranya biasanya adalah individu atau kelompok yang memiliki sumber daya yang cukup, yang menandai sahnya acara Kejei. Salah satu syarat penting adalah pemotongan beberapa ekor kerbau, kambing, atau sapi.

    BACA JUGA: Tabut Bengkulu, Sejarah dan Prosesi Ritual

    BACA JUGA: 12 Tempat Wisata di Curup Bengkulu

    Tarian Kejei ini biasanya ditampilkan oleh kaum muda di pusat-pusat desa pada malam hari, dengan lampion-lampion menerangi suasana. Selain sebagai hiburan, tarian ini juga menjadi ajang untuk saling mengenal antara para pemuda dan gadis suku Rejang.

    Suku Rejang mendiami wilayah yang mencakup beberapa kabupaten, termasuk Kabupaten Lebong, Kabupaten Rejang Lebong, dan Kabupaten Kepahiang, serta memiliki beberapa kelompok pendatang dari Provinsi Bengkulu lainnya.

    Salah satu ciri khas dari tarian Kejei adalah penggunaan alat musik yang terbuat dari bambu, seperti kulintang, seruling, dan gong. Tarian ini biasanya ditarikan oleh sekelompok orang yang membentuk lingkaran, menghadap satu sama lain, menyerupai jarum jam.

    Tari Kejei diyakini sudah ada sebelum kedatangan para biku dari Majapahit. Ketika para biku datang, alat musik dalam tarian ini diganti dengan alat musik berbahan logam yang masih digunakan hingga saat ini.

    Tari Kejei adalah tarian sakral yang dipercayai memiliki nilai-nilai mistik oleh masyarakat, sehingga hanya diadakan dalam konteks menyambut para biku, pernikahan, dan dalam adat marga. Pelaksanaan tari ini selalu disertai dengan pemotongan hewan seperti kerbau atau sapi sebagai syarat utama.

    Kata "Kejei" sendiri berasal dari bahasa Rejang yang berarti perayaan besar. Tari ini menjadi bagian integral dari upacara Kejei. Upacara Kejei sendiri merupakan peristiwa paling besar dalam budaya suku Rejang, dan dapat berlangsung mulai dari 15 hari, 1 bulan, bahkan hingga 9 bulan.

    BACA JUGA: 5 Situs Peninggalan Sejarah di Bengkulu

    BACA JUGA: 8 Air Terjun Tertinggi di Bengkulu

    Biasanya, upacara ini hanya diselenggarakan oleh mereka yang memiliki sumber daya yang memadai, karena mereka diharuskan untuk melakukan pemotongan hewan seperti kerbau, sapi, atau kambing sebagai syarat sahnya acara ini.

    Selain menjadi bagian dari upacara Kejei, tarian ini juga berfungsi sebagai cara bagi para pemuda dan pemudi suku Rejang untuk saling mengenal dan bahkan mencari pasangan hidup.

    Tarian Kejei juga menjadi simbol rasa syukur kepada Tuhan dan leluhur, yang dianggap telah memberikan berkah dan keselarasan dalam kehidupan masyarakat.

    Pada masa lampau, Tari Kejei diiringi oleh alat musik tradisional yang terbuat dari bambu, termasuk bilah bambu yang disusun menyerupai kulintang, bambu betung yang digunakan sebagai gong, dan bambu yang dibentuk khusus menjadi serdam, sebuah alat musik tiup.

    Namun, setelah pengaruh dari Majapahit mencapai wilayah Rejang, alat musik bambu ini kemudian digantikan oleh alat musik dari logam, seperti gong, kulintang, dan suling.

    Meskipun tidak ada catatan pasti tentang kapan Tari Kejei pertama kali diciptakan, tarian ini diyakini telah ada sejak abad ke-13. Laporan pertama mengenai tarian ini datang dari seorang pedagang bernama Hassanuddin Al-Pasee, yang berdagang di Bengkulu pada tahun 1468.

    BACA JUGA: Pesta Sekura Cakak Buah, Kemeriahan Pesta Topeng di Hari Raya

    BACA JUGA: Wisata Suban Air Panas Curup Bengkulu

    Namun, ada juga catatan dari Fhathahillah Al-Pasee, yang pada tahun 1532 mengunjungi tanah Rejang. Tari Kejei pertama kali dilakukan dalam konteks pernikahan Putri Senggang dengan Biku Bermano, dan menurut kisahnya, buku pelaksanaan "Kejei" tersebut disimpan di dalam perut Biku Bermano. Ini menandai awal dari pelaksanaan Tari Kejei dalam konteks pernikahan Putri Senggang dan Biku Bermano.

    tari kejei
    Tari Kejei Suku Rejang

    Tari Kejei adalah sebuah pertunjukan tari yang dilakukan oleh pasangan penari. Jumlah pasangan ini selalu harus ganjil, seperti 3, 5, 7, atau 9 pasangan, karena menurut kepercayaan masyarakat, jumlah ganjil ini dianggap sebagai penghormatan kepada arwah nenek moyang. Seluruh penari juga harus masih perawan atau perjaka, karena diyakini bahwa jika tidak, alat musik yang digunakan dalam tarian ini akan pecah.

    Penari laki-laki Tari Kejei mengenakan baju jas belango berwarna hitam, celana panjang hitam, cek’ulew (penutup kepala), selempang yang dipakai dari kanan ke kiri, songket, dan keris. Sedangkan penari perempuan mengenakan baju kurung berbahan beludru berwarna merah dengan hiasan logam kuning emas, selendang motif pucuk rebung, songket, serta aksesoris seperti suntiang goyang, gelang, dan burung-burung.

    Pelaksanaan Tari Kejei dimulai dengan ritual temu’un gung klintan, yaitu sebuah ritual sebelum penggunaan alat musik. Kemudian, dilakukan ritual jampi limau untuk memohon keselamatan para penari.

    Para penari kemudian memasuki arena yang telah dipersiapkan dan berhadapan satu sama lain di sekitar sebuah meja. Meja tersebut berisi berbagai sesajen seperti bakul sirih, bueak minyak, lampu damar, talam, dan ayam jantan.

    Tari Kejei memiliki enam gerakan yang memiliki makna tersendiri. Gerakan pertama adalah gerak sembah menari, yang merupakan simbol penghormatan kepada roh leluhur, tamu undangan, dan penonton. Gerakan kedua adalah gerak bederap salah pinggang yang melambangkan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Gerakan ketiga adalah gerak petik jari, yang merupakan lambang penerimaan terhadap keluarga atau teman baru.

    BACA JUGA: Asyiknya Mandi di Grojogan Sewu Curup Rejang Lebong

    BACA JUGA: Wahana Annisa Curup, Wisata Berkonsep Kolam Renang Keluarga

    Gerakan keempat adalah gerak mateak dayung yang menyimbolkan penyerahan hidup pada Tuhan. Gerakan kelima adalah gerak sembah penyudo yang melambangkan ucapan terima kasih atas kelancaran Tari Kejei. Gerakan terakhir adalah gerak mendayung yang bermakna perpisahan.

    Meskipun telah berusia berabad-abad, Tari Kejei masih terus dipentaskan dalam berbagai acara. Selain dalam acara pernikahan, tarian sakral ini juga tampil dalam acara khitanan, adat marga, dan penyambutan para biku.

    Pada tahun 2017, Tari Kejei diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Provinsi Bengkulu. Pemerintah terus berusaha menjaga dan mempromosikan warisan budaya ini agar tidak punah, dan mengharapkan pengakuan internasional atas kekayaan budaya Indonesia.(*)